12
HUKUM DOSA DAN HUKUM MAUT
“Sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.”
— Yesus orang Nazaret (Yohanes 8:34)

Adam dan Hawa telah melawan Sang Pencipta dan Pemilik. Seperti Satan, mereka juga kehilangan hubungan dengan Allah dan menjadi hamba dosa. Seperti anak yang melawan perintah ayahnya, Adam dan Hawa tidak lagi ingin bersama Sang Tunggal yang dahulu mengasihi dan merawat mereka. Rasa suka cita dan percaya diri telah diganti dengan rasa ketakutan, bersalah dan malu.

“Ketika mereka mendengar bunyi tahap TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.” (Kejadian 3:8)

Sekarang Adam dan Hawa terkontaminasi dosa yang menyebabkan mereka ingin bersembunyi dari Pencipta dan Tuan mereka. Hati nurani yang baru mereka dapatkan ini memberi perasaan baik dan jahat, yang secara naluri mengajari mereka bahwa hanya orang-orang yang suci yang dapat hidup dalam hadirat Allah yang suci. Adam dan Hawa tidak lagi suci di hadapan Allah dan mereka menyadarinya. Ikatan yang dekat antara Allah dan manusia telah putus.

Hubungan itu telah mati.

RANTING YANG PATAH

Suatu hari ketika saya sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang dibawah sebuah pohon dekat mesjid, topik pembicaraan berubah menjadi tentang dosa dan kematian.

Saya mematahkan sebuah ranting pohon dan bertanya kepada mereka, “Apakah ranting ini mati atau hidup?”

Salah seorang menjawab, “Rantingnya sedang sekarat.”

Yang lain berkata, “Rantingnya mati.”

Saya menegurnya, “Bagaimana mungkin kamu bisa bilang ranting ini mati? Lihat daun-daunnya yang berwarna hijau ini!”

“Kelihatannya ranting itu hidup padahal dia sudah mati karena dia dipisahkan dari sumber kehidupan,” jawabnya.

“Tepat sekali,” jawab saya. “Kamu baru saja memberikan pengertian yang tepat tentang KEMATIAN berdasarkan Kitab Suci. KEMATIAN bukan pembinasaan tapi Perpisahan dari Sumber Kehidupan. Karena itu ketika orang yang kita kasihi meninggal, bahkan sebelum tubuhnya dikuburkan, kita berkata, “Dia sudah pergi.” Kita mengatakan kalimat itu karena kita tahu bahwa roh orang itu telah meninggalkan tubuhnya. Kematian berarti perpisahan.

Selanjutnya, bagi orang-orang itu saya mengulang perintah Allah yang diberikan kepada Adam. Kemudian saya bertanya kepada mereka, “Apa yang Allah katakan akan terjadi kepada Adam jika dia berdosa terhadap Allah? Apakah Dia berkata jika Adam memakan buah terlarang, dia harus mulai melakukan ritual keagamaan, berdoa, berpuasa, memberi sedekah dan pergi ke mesjid atau gereja?”

“Tidak,” jawab mereka, “Allah berkata Adam akan mati.”

“Betul. Allah dengan jelas mengatakan: hukuman dosa adalah KEMATIAN. Tapi, setelah Adam dan Hawa melawan Allah dan memakan buah terlarang, apakah mereka langsung mati?”

“Tidak!” jawab mereka.

“Jadi, apa yang Allah maksud ketika Dia berkata kepada Adam, ‘pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati!’?”

Dari pertanyaan itu saya mulai menjelaskan lebih lanjut pengertian Allah tentang kematian: perpisahan tiga dimensi yang disebabkan karena pilihan manusia untuk melawan Sang Pencipta.

PERPISAHAN TIGA LAPIS YANG DISEBABKAN OLEH DOSA:

1.Kematian spiritual: Perpisahan antara roh dan jiwa manusia dari Allah.

Di hari ketika Adam dan Hawa berdoa pertama kali kepada Allah, mereka mati secara spiritual. Seperti ranting yang dipatahkan dari pohonnya, hubungan antara Adam dan Hawa serta TUHAN Allah telah mati. Semua keturunan Adam dan Hawa menjadi bagian dari “ranting” yang mati secara spiritual.

“Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam ...” (1 Korintus 15:22)

Walaupun Kitab Suci sudah mengajarkan dengan jelas, banyak orang, yang mengaku sebagai keturunan Adam, bersikeras bahwa bayi yang baru lahir adalah mahluk yang suci dan tak berdosa.

Ingat lagi ranting yang dipatahkan

Bagian ranting yang mana yang “mati” karena dipisahkan dari pohonnya? Keseluruhan bagian ranting mati, termasuk ranting kecil yang ada diujungnya. Jika ranting kecil itu dan daun- daunnya bisa bicara, mungkin mereka akan berkata, “Tunggu dulu! Bukan salah kami ranting itu dipatahkan dari pohonnya! Kami tidak dipengaruhi perbuatan orang lain!” Tapi mereka tetap terpengaruh. Sama halnya ketika Firman Allah menyatakan bahwa seluruh umat manusia ada “dengan Adam.” Masing-masing kita adalah bagian dari “ranting” yang sudah patah itu dan kita menanggung akibatnya. Suka atau tidak, ketika Adam berdosa, dia sudah mengkontaminasi dirinya dan seluruh keluarga manusia yang akan dilahirkan darinya

Desa, tempat saya menulis buku ini, mendapatkan air dari Sungai Senegal yang terletak beberapa kilometer jauhnya. Di desa kami ada sebuah sumur tapi tidak ada yang meminum airnya. Mengapa tidak? Sumur itu sudah terkontaminasi. Airnya asin. Setiap ember air yang diambil dari sumur itu sudah terkontaminasi garam. Tidak setetes airpun murni.

Sama halnya dengan setiap manusia yang lahir dari Adam sudah terkontaminasi dosa. Karena itulah anak kecilpun sudah berdosa - secara alami. Dosa adalah bagian dari sifat alami. Menjadi baik memerlukan usaha dan perjuangan yang dilakukan secara sadar, sedangkan mementingkan diri sendiri dan menyakiti orang lain tidak diperlukan usaha khusus. Nabi Daud menjelaskan mengapa kita berdosa secara naluriah:

“Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.” (Mazmur 51:5) Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat.” (Mazmur 58:4) “Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” (Mazmur 14:3)

Orang-orang Wolof Senegal mempunyai beberapa pepatah hebat yang dapat membantu memahami kebenaran ini. Misalnya, sebuah pepatah berbunyi, “Seekor tikus tidak melahirkan keturunan yang tidak bisa menggali.” Sama seperti Adam yang sudah tercemar dosa tidak akan melahirkan keturunan yang tidak berdosa.

Pepatah lain berbunyi, “Sebuah wabah tidak hanya terbatas pada penyebabnya.” Tragis tapi benar. Seperti pengaruh kelahiran yang diwariskan atau penyakit yang menjangkiti, sifat alami dosa Adam telah tersebar kepada kita dan anak-anak kita.

“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12)

Perhatikan kalimat pertama: “dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang,” dan kalimat terakhir: “semua orang telah berbuat dosa.” Setiap kita sudah berdosa sejak lahir dan karena perbuatan. Kita tidak bisa menyalahkan Adam karena dosa yang kita lakukan. Kitab Suci mengatakan:

“Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:2)

Ketika seseorang sudah cukup besar untuk membedakan antara yang salah dan benar, Allah memberinya tanggung jawab. 1 Keseluruhan ranting manusia telah dipisahkan dari Penciptanya. Manusia secara spiritual mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa.” (Efesus 2:1)

2.Kematian tubuh: PERPISAHAN antara roh dan jiwa manusia dengan tubuhnya.

Ketika Adam dan Hawa berdosa, mereka bukan hanya mati secara spiritual tapi tubuh jasmani mereka juga mulai mati. Seperti dedaunan yang menempel pada ranting yang patah tidak langsung layu, tubuh Adam dan Hawa pun tidak langsung mati di hari ketika mereka berdosa. Tapi tubuh mereka telah dikuasai kematian - musuh yang tidak dapat dihindari.

Bagi Adam dan Hawa serta keturunannya kematian jasmani hanya tinggal menunggu waktu. “Kematian menunggangi unta yang berlari cepat,” bunyi sebuah pepatah Arab. Tidak ada yang bisa menghindari Kematian. Firman Allah menyatakannya seperti ini:

“Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibrani 9:27)

3.Kematian yang kekal: PERPISAHAN antara roh, jiwa, dan tubuh manusia dari Allah selamanya.

Ranting yang hidup dirancang untuk menghasilkan daun, bunga, dan buah. Ranting yang mati dikumpulkan dan dibakar. Ketika Adam berdosa terhadap Allah, dia kehilangan hak istimewa yang sudah dirancang untuknya yaitu memuliakan Allah dan tinggal bersama-Nya sampai kekekalan. Manusia, yang diciptakan untuk ada selamanya, telah melanggar Pencipta dan Pemiliknya. Hukumannya adalah perpisahan yang kekal dengan Allah.

Ketika tubuh Adam dan Hawa mati, mereka menghadapi rasa takut karena selamanya dikurung dalam “pembakaran sampah” yang disediakan bagi iblis dan setan-setannya, kecuali TUHAN berbelas kasih menyediakan pengampunan bagi doa mereka. Kitab Suci menyatakan bahwa ini adalah “kematian kedua” karena kematian ini ada setelah kematian jasmani. Ini juga disebut “penghukuman kekal.” 2 Pengertian api penyucian dimana suatu hari nanti orang-orang akan menghindarinya hanyalah ciptaan manusia.

Jika “penghukuman kekal” terdengar tidak adil atau tidak masuk akal, mungkin dikarenakan kita gagal mengerti sifat kekudusan Allah, kegawatan dosa, dan konsep kekekalan.

Nanti, kita akan menggambarkan kekudusan Allah dan pencemaran dosa.

Mengenai konsep kekekalan kita mungkin bisa menerimanya: arti kata kekekalan melebihi kapasitas mental kita karena kerangka acuan kita adalah waktu.

Kekekalan itu tidak terbatas waktu.

Jika kita membayangkan seseorang menghabiskan berjuta-juta tahun di neraka, pemikiran kita itu salah. Kekekalan tidak dihitung berdasarkan tahun. Itu istilah kekekalan sekarang. Ketika manusia masuk ke dalam wilayah dimana kita tidak bisa lari, mereka akan mengerti logika sesungguhnya. Apakah kamu ingat cerita seorang pria kaya yang berakhir di neraka (bab tiga)? Dia masih ada di sana.

Allah telah mengatakan dengan jelas tentang persyaratan untuk masuk ke Taman Firdaus:

“Tetapi tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis, atau orang yang melakukan kekejian atau dusta ...” (Wahyu 21:27)

Dalam tahap ini tidak akan ada kompromi. Seperti hukum alami Allah yang menyebabkan ranting yang patah sekarang menjadi mati dan layu, hukum spiritual Allah juga menyatakan bahwa dosa akan dihukum dengan perpisahan spiritual, jasmani, dan kekal.

DOSA DAN RASA MALU

Sekarang kita kembali kepada Adam dan Hawa ketika terakhir kali kita melihat mereka - berusaha bersembunyi dari Allah diantara pepohonan di taman.

Sebelum Adam dan Hawa berdosa, mereka dikelilingi kemuliaan dan kesempurnaan Allah. Mereka merasa sangat nyaman di hadirat Sang Pencipta. Tapi ketika mereka melanggar perintah Allah, mereka melihat diri mereka sendiri dengan cara yang beda. Sekarang mereka merasa tidak nyaman - bukan karena ketelanjangan tubuh mereka tapi karena ketelanjangan spiritual mereka.

Sebelum Adam dan Hawa melanggar, mereka sadar akan Allah dan “tidak merasa malu.”(Kejadian 2:25) Sekarang mereka merasa sadar diri secara tidak alami dan merasa tidak bersih di hadapan Allah mereka yang suci. Adam dan Hawa telah menjadi lawan Sang Pencipta. Sekarang mereka menjadi tidak suci. Mereka tidak lagi ingin berada dalam hadirat Allah yang murni dan terang. Seperti kecoa yang tergesa-gesa mencari perlindungan ketika terang dinyalakan, sekarang manusia “lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak.”(Yohanes 3:19-20)

Adam dan Hawa terlihat dan malu. Mereka merasa tidak layak berada di taman yang sempurna. Suara Allah membuat mereka takut. Mereka tidak lagi ingin bersama Sang Pencipta yang suci dan penuh kasih. Tapi Dia tetap datang ke taman untuk mencari mereka.

Ini adalah bagian dari sifat alami Allah “untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:10)

ALLAH MENCARI MANUSIA

“Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’

Ia menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.’

Firman-Nya: ‘Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?’” (Kejadian 3:9-11)

Perhatikan pertanyaan pertama Allah kepada manusia.

“Dimanakah engkau?”

Dengan pertanyaan yang penuh kasih dan pengertian, Allah ingin Adam memahami apa yang telah dosa lakukan kepadanya dan istrinya. Dia ingin mereka mengakui pelanggaran mereka. Dia ingin mereka mengerti bahwa dosa mereka telah ada diantara mereka dan Tuhan yang suci.

Dosa mereka adalah sumber dari keadaan mereka yang sulit. Doa mereka telah menyebabkan mereka merasa malu dan berusaha bersembunyi di antara pepohonan dan daun ara. Tapi Adam dan Hawa tidak dapat bersembunyi dari Allah ataupun lari dari penghakiman-Nya yang layak dan serba mengetahui

DOSA MENGHASILKAN KEMATIAN

Allah tidak bercanda ketika Dia memberi tahu Adam: “Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:17) Jauh di dalam hati, kita tahu bahwa mereka yang memberontak melawan Sang Pencipta pantas dipisahkan dari-Nya.

Kebanyakan dari kita pernah menonton film dimana “orang jahat” dibunuh dan “orang baik” menang. Apakah kita merasa kasihan kepada “orang jahat” itu? Tidak, kita merasa mereka pantas menerimanya. Kenyataan sesungguhnya adalah di mata Allah, semua keturunan Adam adalah “orang jahat”.

“Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” (Mazmur 14:3)

Berdasarkan standar keadilan Sang Pencipta, kita semua pantas mendapatkan hukuman mati. Mengenai hal ini, Kitab Allah menyebutkan:

“Hukum dosa dan hukum maut.” (Roma 8:2)

Hukum dosa dan hukum maut menyatakan bahwa setiap tindakan ketidakpatuhan terhadap Allah harus dihukum dengan berpisah dari Allah. Tidak ada kecuali. Dosa membawa kematian.

Karena sifat alami Allah yang suci dan setialah maka Dia menjunjung tinggi hukum ini. Hanya dengan satu tindakan dosa, nenek moyang kita memisahkan dirinya dari kerajaan kebajikan dan kehidupan Allah dan bergabung dengan kerajaan dosa dan kematian Satan.

Secara langsung mereka mati secara spiritual - seperti ranting yang dipatahkan dari pohonnya. Hubungan mereka dengan Allah telah mati.

Mereka juga mulai mati secara jasmani - seperti ranting yang semakin layu. Hanya masalah waktu tubuh mereka akan kembali ke tanah.

Yang paling parah adalah, kecuali TUHAN menyediakan pengampunan bagi dosa dan rasa malu mereka, mereka berhadapan dengan kemungkinan menakutkan akan mati yang kekal - selamanya terpisah dari Allah dalam api kekal yang dipersiapkan untuk iblis dan setan-setannya. Kitab Suci dengan jelas menyatakan:

“Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati.” (Yehezkiel 18:20)

“Sebab upah dosa ialah maut ...” (Roma 6:23)

“Apabila dosa itu telah matang, ia melahirkan maut.” (Yakobus 1:15)

Karena alasan kebaikan maka Allah menyebut kenyataan sesungguhnya ini sebagai hukum dosa dan hukum maut. Ini adalah HUKUM.

Hukuman dosa harus dilaksanakan.

Akan dilaksanakan.


1. Pertanyaan umum: Apa yang terjadi dengan bayi-bayi dan anak-anak kecil yang meninggal? Apakah mereka akan dihakimi berdasarkan sifat alami dosa yang dibawa sejak lahir (Mazmur 51:5; 58:3)? Hakim yang Adil akan berbuat benar (Kejadian 18:25). Dia tidak akan menghukum orang yang tidak mempunyai pengertian akan dosa. Dia menunjuk orang bertanggung jawab atas apa yang mereka ketahui dan yang seharusnya mereka ketahui jika mereka berusaha mencari kebenaran Allah (Roma 2:11-15; Mazmur 34:10; Yesaya 55:6). Seorang manusia mulai bertanggung jawab di hadapan Allah ketika dia sudah cukup dewasa untuk membuat pilihan moral (Ulangan 1:39; Yesaya 7:16; 2 Samuel 12:23; Matius 18:10; 2 Timotius 3:14-17). Hanya Allah yang tahu pada usia berapa seseorang mulai bertanggung jawab atas dosa dan pilihannya. Apapun itu, pesan Allah kepada masing-masing kita adalah: Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau.” (2 Korintus 6:2)

2. Wahyu 20:14-15; 2:11; 21:8; Matius 25:46